Lembah bertuhan
Karya
Ratnawati
Kumandang
azan terdengar
Terik
matahari memekik
Penimba ilmu
berjalan kaki
Memasuki
lembah tuk mencari ruang berkah
Melirik ke arah depan
Seseorang
berjalan menuju panggilan ilahi
Berbaju
putih dan berkopiah putih
Seolah
memberi isyarat kesucian hati
Tak bergeming juga tak melangkah
Kaki seolah
tak berasa
Otak seolah
bertengkar dengan keseharian
Tak ada lagi
kepercayaan
Semuanya
menjelma menjadi tanda tanya
Surauku?
Mengapa
suram dalam memori
Mengapa tak
lagi mengunggah keinginan hati untuk bersimpuh
Hati
berlipat bertimpun dengki
Kesejahteraan Guru
(oleh Saenal masri)Di setiap pagi,
di balik pintu kelas,
Ada senyum hangat yang tak pernah pudar,
Seorang guru menanam mimpi di hati anak-anak,
Di taman ilmu, ia menumbuhkan harapan.
Namun sering
kali, langkahnya berat di jalan panjang,
Tak terlihat bayang sejahtera di pelupuk mata,
Gaji tak sebanding dengan cinta yang ia berikan,
Kesejahteraan masih menjadi angan yang jauh.
Di atas papan
tulis ia menulis masa depan,
Dengan kapur yang menipis, namun semangat tak padam,
Menyulam kata demi kata menjadi pengetahuan,
Menanam benih kebajikan, di ladang generasi.
Wahai guru,
pahlawan tanpa tanda jasa,
Ketulusanmu adalah cahaya di gelap malam,
Kesejahteraan bukan sekadar materi yang cukup,
Namun penghargaan atas jerih payah dan cinta.
Semoga suatu
hari, dunia memahami,
Bahwa di balik setiap manusia hebat,
Ada guru yang gigih, berdiri tanpa pamrih,
Mendambakan kesejahteraan yang lebih dari sekadar upah.
Untukmu guru, yang
mengukir masa depan,
Kami berdoa untuk hari yang lebih terang,
Kesejahteraan yang layak, penghargaan yang sejati,
Untuk setiap dedikasi, untuk setiap cinta yang diberi.
Profesi Guru
(oleh Andi Rurisfiani)
Di balik meja kayu dan papan tulis putih,
Ada tangan-tangan lembut yang tak pernah lelah,
Mengajar bukan sekadar memberi ilmu,
Namun membentuk jiwa, menanamkan cita.
Di setiap pagi, saat mentari baru terbit,
Seorang guru berjalan menuju ruang kelas,
Dengan harapan di kantong, dan kasih di hati,
Menjadi pemandu di tengah samudera ilmu.
Profesi ini bukan sekadar pekerjaan,
Ini adalah panggilan dari dalam jiwa,
Untuk membimbing yang muda, merangkai mimpi,
Membuka jendela dunia dengan kata dan angka.
Di antara baris-baris buku dan tatapan penuh ingin tahu,
Guru adalah lilin yang tak pernah padam,
Menerangi jalan meski angin bertiup kencang,
Mengajarkan kebenaran, menanamkan kejujuran.
Di ruang kelas yang sederhana, ia adalah penuntun,
Mengubah kebingungan menjadi pengertian,
Menyulap ragu menjadi percaya,
Mengubah kebodohan menjadi pengetahuan.
Profesi guru adalah profesi yang abadi,
Tak terikat waktu, tak terbatas ruang,
Menghidupkan harapan, mengangkat impian,
Di hati setiap anak yang ia tuntun perlahan.
Untukmu, guru, yang tak kenal lelah,
Jasa dan baktimu takkan pernah usang,
Engkaulah cahaya di kala gelap,
Engkaulah pembangun bangsa di atas panggung zaman.
Siswa Zaman Now
(oleh Fathanan
Syamsuddin)
Di era digital,
di zaman yang serba cepat,
Layar menjadi buku, ponsel jadi pena,
Siswa zaman now mengembara di dunia maya,
Mencari pengetahuan, mengejar cita-cita.
Tak lagi hanya
duduk di kelas dan mendengar,
Mereka belajar dari video, podcast, dan webinar,
Teknologi jadi guru kedua,
Membuka cakrawala baru, seluas angkasa.
Namun di balik
semua kecanggihan dan kemudahan,
Terselip tantangan yang tak bisa diabaikan,
Terjaga dari derasnya informasi tak terkendali,
Berjuang membedakan mana fakta, mana ilusi.
Siswa zaman now
adalah pemimpi yang berani,
Berpikir kritis, tak takut bertanya,
Mereka bicara tentang perubahan iklim dan hak asasi,
Memahami dunia dengan sudut pandang yang beragam.
Mereka tumbuh
di tengah gempuran media,
Menghadapi tantangan yang berbeda dari masa lalu,
Mengasah kreativitas di tengah tantangan,
Menempa diri dengan inovasi tanpa batas.
Tetapi, jangan
lupa, siswa zaman now,
Bahwa belajar bukan hanya tentang teknologi,
Namun juga tentang hati yang terbuka,
Tentang empati, dan menghargai sesama.
Kalian adalah
penerus, generasi yang kuat,
Yang akan membangun masa depan dengan gagasan cemerlang,
Jadilah pembelajar yang tak kenal lelah,
Siswa zaman now, dengan semangat yang menyala.
Pendidikan Indonesia
(oleh Chaerati Puspita Sari)Di tanah subur Nusantara yang luas,
Tumbuh tunas-tunas muda dengan harapan,
Pendidikan adalah cahaya di gelap malam,
Pelita yang menuntun menuju masa depan.
Di sekolah-sekolah pelosok hingga kota besar,
Anak-anak bangsa belajar merangkai mimpi,
Di antara buku yang usang dan dinding yang retak,
Ada tekad yang kokoh, semangat yang tak pernah patah.
Namun, pendidikan Indonesia masih berjuang,
Menghadapi ketimpangan di setiap jengkal tanah,
Ada sekolah yang megah dengan segala fasilitas,
Dan ada yang beratap bocor, berdinding rapuh tanpa daya.
Di ruang kelas yang beraneka rupa,
Gurulah pahlawan tanpa tanda jasa,
Mengukir pengetahuan di hati setiap murid,
Dengan keterbatasan, tetap memberi tanpa pamrih.
Pendidikan Indonesia adalah mimpi yang terus diperjuangkan,
Mengatasi segala rintangan yang menghadang,
Membuka jalan bagi setiap anak negeri,
Agar kelak mereka berdiri tegak di kancah dunia.
Mari kita bangun bersama, mimpi yang tertunda,
Agar pendidikan bukan lagi soal siapa dan di mana,
Namun menjadi hak bagi setiap anak yang lahir di tanah air,
Demi Indonesia yang maju, cerdas, dan berdaulat.
Pendidikan Indonesia adalah tanggung jawab kita semua,
Menghidupkan harapan di setiap dada,
Membangun negeri dari sudut yang paling kecil,
Menuju cahaya gemilang di ufuk yang lebih adil.
Kampusku Tercinta
(oleh Alif
Muhammad Sidiq)
Di tengah bukit
dan sawah yang menghijau,
Kampusku berdiri tegak dengan megah,
Menjadi rumah bagi ribuan mimpi,
Tempat di mana ilmu dan cita-cita bersua.
Di setiap sudut
ruang dan lorong panjang,
Ada jejak langkah para pejuang ilmu,
Di balik pintu kelas dan bangku-bangku tua,
Ada cerita perjuangan yang tak pernah pudar.
Kampusku,
engkaulah saksi dari semangat kami,
Di sinilah kami belajar tentang hidup dan makna,
Mencari pengetahuan di setiap buku dan diskusi,
Menggali pengalaman dalam tawa dan air mata.
Gedung-gedungmu
mungkin tak selalu megah,
Namun jiwa yang kau bentuk, kuat tak tergoyahkan,
Dari ruang seminar hingga lapangan terbuka,
Engkau tanamkan kebersamaan yang tiada duanya.
Kampusku,
engkaulah taman bagi mimpi-mimpi besar,
Di mana kami belajar bukan hanya dari dosen,
Namun juga dari teman, dan kehidupan sehari-hari,
Menempa diri di bawah bendera persatuan.
Di sini kami
diajarkan untuk berdiri teguh,
Menempa karakter, memperkaya wawasan,
Melihat dunia dengan mata yang terbuka,
Dan memahami bahwa ilmu adalah jembatan perubahan.
Kampusku,
engkaulah sumber inspirasi abadi,
Di bawah langitmu, kami terus berusaha,
Mengejar harapan dan menantang rintangan,
Dengan keyakinan, kami akan membuatmu bangga.
Untukmu,
kampusku tercinta,
Kami akan melangkah dengan penuh cinta,
Membawa nama baikmu di setiap tapak jalan,
Karena di sinilah, semua mimpi bermula.
Jasa Guru
(oleh Nur
Hasriawanda Ummy Haris)
Di balik papan
tulis yang penuh coretan,
Dan di antara buku-buku yang mulai pudar,
Ada seorang guru dengan ketulusan hati,
Mengajarkan kebaikan, ilmu, dan arti.
Hari demi hari
ia hadir dengan senyum,
Meski lelah kadang mengintai di sudut matanya,
Ia membimbing kami, menuntun tanpa ragu,
Mengukir masa depan dengan penuh cinta.
Jasa guru tak terukur
dengan angka,
Ia adalah cahaya di lorong yang gelap,
Penuntun kami saat langkah terasa berat,
Penghibur kami saat dunia tampak kelabu.
Dengan sabar,
ia mengeja kata demi kata,
Mengurai rumus yang sulit, menjelaskan makna,
Menanamkan nilai hidup, menghargai perbedaan,
Menunjukkan jalan untuk menjadi manusia yang bijak.
Guru adalah
pahlawan tanpa tanda jasa,
Yang mengorbankan waktu untuk masa depan bangsa,
Memberikan sayap kepada kami yang ingin terbang,
Mengajarkan keberanian untuk mengejar mimpi.
Wahai guru,
terima kasih atas segala yang engkau beri,
Kami adalah buah dari pohon yang engkau rawat,
Di bawah naunganmu, kami tumbuh menjadi lebih baik,
Dengan ilmu yang engkau tanam, kami menuju dunia yang baru.
Semoga
jasa-jasamu selalu dikenang,
Oleh setiap hati yang pernah kau sentuh dengan cinta,
Guru, engkaulah sang pembuka jalan,
Yang menyalakan pelita di tengah kegelapan.
Untuk Sang Dosen
(oleh Nur
Fitriani)
Di ruangan
kecil dengan dinding penuh buku,
Seorang dosen duduk dengan bijaksana,
Mengurai pengetahuan dari lembaran-lembaran tua,
Menabur ilmu dengan kata dan logika.
Di depan kelas,
ia bukan sekadar pengajar,
Namun pemantik pemikiran, pemimpin diskusi,
Membuka cakrawala yang mungkin tersembunyi,
Mengajak kami melihat lebih dalam, lebih jauh lagi.
Dosen, engkau
bukan hanya penyampai teori,
Namun penjaga api keingintahuan yang tak pernah mati,
Menginspirasi kami dengan pertanyaan tanpa henti,
Mengajarkan bahwa belajar adalah perjalanan abadi.
Kau berikan
lebih dari sekadar materi,
Kau tanamkan nilai, etika, dan integritas diri,
Menuntun kami untuk berpikir kritis dan kreatif,
Menjadi pribadi yang kuat, bijak, dan positif.
Tak jarang kami
tersesat di lorong kebingungan,
Namun engkau hadir dengan sabar dan tenang,
Menjelaskan kembali hingga jelas di benak,
Membantu kami menemukan jalan di tengah gelap.
Engkau adalah
arsitek masa depan kami,
Membekali kami dengan ilmu dan wawasan,
Menguatkan langkah-langkah kami yang masih ragu,
Agar kami siap menghadapi dunia dengan teguh.
Untukmu, dosen
yang setia,
Terima kasih atas segala upaya dan cinta,
Di balik setiap prestasi yang kami raih nanti,
Ada dedikasi yang tak ternilai dari dirimu yang berarti.
Menjadi cahaya yang tak pernah padam,
Dan setiap jasa yang kau tanamkan,
Tercatat abadi di halaman waktu dan zaman.