Prinsip berbicara dalam bercerita

Prinsip berbicara dalam bercerita adalah tentang cara menyampaikan cerita secara efektif kepada pendengar melalui penggunaan bahasa, intonasi, dan ekspresi yang tepat. Ini melibatkan beberapa aspek, termasuk:

  1. Kesesuaian Bahasa: Pemilihan kata dan kalimat yang tepat untuk menggambarkan suasana, karakter, dan alur cerita dengan jelas dan menarik.
  2. Intonasi dan Ekspresi: Mengatur nada suara dan ekspresi wajah yang sesuai dengan emosi dan kejadian dalam cerita untuk menangkap perhatian pendengar dan membangun ketegangan atau kegembiraan.
  3. Penggunaan Imajinasi: Menciptakan gambaran visual yang kuat dalam pikiran pendengar dengan menggambarkan detail-detail yang hidup dan kaya akan warna.
  4. Kohesi dan Kohortasi: Menjaga alur cerita yang logis dan terstruktur dengan baik, sehingga pendengar dapat mengikuti dengan mudah tanpa kehilangan pemahaman.
  5. Konteks Budaya dan Pengetahuan Pendengar: Memperhitungkan latar belakang budaya, nilai, dan pengetahuan pendengar agar cerita tetap relevan dan mudah dipahami.
  6. Kejujuran dan Autentisitas: Menyampaikan cerita dengan jujur dan autentik, sehingga pendengar dapat merasa terhubung dengan narator dan cerita yang disampaikan.
  7. Kesimpulan yang Memuaskan: Menutup cerita dengan cara yang memuaskan, baik dengan memberikan pembelajaran, mengungkapkan kejutan, atau meninggalkan kesan mendalam pada pendengar.

Prinsip ini membantu pembicara untuk menjadi narator yang kuat dan menghibur, mampu menyampaikan pesan dan emosi dengan kuat kepada pendengar mereka.

Selamat datang di Universitas Al-Asyariah Mandar,

1.      Kesenjangan antara Bahasa Lisan dan Tertulis:

Memahami perbedaan dalam penggunaan bahasa lisan dan tertulis dalam bercerita serta bagaimana memanfaatkannya dengan efektif.

perbedaan dalam penggunaan bahasa lisan dan tertulis dalam bercerita memainkan peran penting dalam bagaimana cerita disampaikan dan diterima oleh pendengar. Berikut adalah beberapa perbedaan utama dan cara memanfaatkannya dengan efektif:

a)      Spontanitas vs. Perencanaan: Bahasa lisan seringkali lebih spontan dan langsung daripada bahasa tertulis. Ini memungkinkan narator untuk bereaksi secara instan terhadap tanggapan pendengar dan menyampaikan cerita dengan lebih dinamis. Di sisi lain, bahasa tertulis memungkinkan penulis untuk merencanakan setiap kata dengan hati-hati, menghasilkan teks yang lebih terstruktur dan terkontrol.

Pemanfaatan yang efektif: Memanfaatkan spontanitas bahasa lisan untuk menjaga cerita tetap hidup dan menarik bagi pendengar, sambil menggunakan perencanaan bahasa tertulis untuk memastikan cerita memiliki struktur yang kokoh dan jelas.

b)     Intonasi dan Ekspresi: Bahasa lisan memungkinkan penggunaan intonasi suara, ekspresi wajah, dan gerakan tubuh untuk menambahkan dimensi emosional dan nuansa pada cerita. Ini memungkinkan narator untuk mengekspresikan emosi dan tujuan dengan lebih kuat daripada yang bisa dilakukan dengan bahasa tertulis. Pemanfaatan yang efektif: Memanfaatkan intonasi suara yang tepat dan ekspresi wajah untuk menyoroti bagian-bagian penting cerita, meningkatkan ketegangan, dan menangkap perhatian pendengar.

c)      Interaksi dengan Pendengar: Bahasa lisan memungkinkan interaksi langsung antara narator dan pendengar, seperti tanggapan verbal dan pertanyaan. Hal ini memungkinkan cerita untuk menjadi lebih dinamis dan disesuaikan dengan respon pendengar secara real-time. Pemanfaatan yang efektif: Menciptakan dialog atau interaksi langsung dengan pendengar untuk membangun keterlibatan dan meningkatkan keterhubungan dengan cerita.

d)     Kekayaan Imajinasi: Bahasa tertulis dapat menggunakan deskripsi yang lebih rinci dan panjang untuk menggambarkan detail-detail yang kompleks dan kompleks. Namun, bahasa lisan harus menggunakan kata-kata yang tepat dan gambaran yang singkat untuk merangsang imajinasi pendengar. Pemanfaatan yang efektif: Menggunakan kata-kata yang deskriptif dan gambaran yang kuat untuk membangun citra yang jelas dalam pikiran pendengar tanpa kehilangan momentum cerita.

Dengan memahami perbedaan ini dan memanfaatkannya dengan efektif, narator dapat menciptakan pengalaman bercerita yang menarik, terhubung, dan memuaskan bagi pendengar mereka.

2.      Struktur Naratif:

Mengeksplorasi elemen-elemen dasar dalam struktur naratif seperti pengantar, konflik, puncak cerita, dan penyelesaian, serta bagaimana membangunnya dalam bercerita secara lisan.

memahami dan mengembangkan elemen-elemen dasar dalam struktur naratif merupakan fondasi penting dalam bercerita secara lisan. Berikut adalah poin-poin tentang bagaimana membangun setiap elemen ini dalam bercerita secara lisan:

a)      Pengantar:

    • Pengantar memperkenalkan pendengar pada setting cerita, karakter, dan konflik yang akan dibahas.
    • Dalam bercerita secara lisan, pengantar haruslah menarik perhatian pendengar dan membangun minat terhadap cerita.
    • Gunakan deskripsi singkat dan kuat untuk menggambarkan latar belakang cerita dan memperkenalkan karakter utama.
    • Mulai dengan kalimat pembuka yang menarik perhatian, misalnya dengan pertanyaan, pernyataan mengejutkan, atau kutipan yang relevan.

b)      Konflik:

    • Konflik adalah inti dari cerita yang menciptakan ketegangan atau tantangan yang harus diatasi oleh karakter utama.
    • Jelaskan konflik dengan jelas dan ringkas, menjelaskan apa yang dipertaruhkan dan mengapa pendengar harus peduli.
    • Gunakan intonasi suara yang tepat untuk menyoroti kepentingan konflik dan menegaskan emosi yang terlibat.

c)      Puncak Cerita:

    • Puncak cerita adalah titik tertinggi ketegangan atau dramatisasi dalam cerita, ketika konflik mencapai klimaksnya.
    • Bangun momentum menuju puncak cerita dengan mengendalikan tempo dan intensitas bercerita.
    • Gunakan deskripsi yang kuat dan penggunaan intonasi suara yang dramatis untuk menekankan pentingnya momen ini.

d)      Penyelesaian:

    • Penyelesaian adalah resolusi dari konflik, di mana karakter mengatasi tantangan atau menemukan pemecahan masalah.
    • Sampaikan penyelesaian dengan jelas, menyoroti perubahan atau pembelajaran yang dialami oleh karakter utama.
    • Gunakan bahasa yang memperkuat pesan moral atau tema cerita.
    • Pastikan penyelesaian memberikan kepuasan kepada pendengar dan menutup cerita dengan baik.

Dengan membangun elemen-elemen dasar ini dengan baik dalam bercerita secara lisan, narator dapat menciptakan pengalaman yang memikat dan memuaskan bagi pendengar mereka.

 

3.      Teknik Penuturan Cerita:

Mendalami berbagai teknik yang dapat meningkatkan kekuatan penuturan cerita, seperti penggunaan dialog, deskripsi, dan narasi.

mendalami berbagai teknik penuturan cerita merupakan langkah penting dalam meningkatkan kekuatan bercerita secara lisan. Berikut adalah penjelasan tentang beberapa teknik yang dapat digunakan:

a)      Penggunaan Dialog:

    • Dialog adalah alat yang kuat untuk menghidupkan karakter dan memajukan plot cerita.
    • Berikan karakter suara yang unik dan autentik melalui dialog mereka, menggunakan bahasa dan aksen yang sesuai dengan kepribadian masing-masing.
    • Gunakan dialog untuk mengungkapkan emosi, konflik, atau informasi penting dalam cerita.
    • Pastikan dialog terdengar alami dan realistis, dan gunakan intonasi suara yang sesuai saat membacanya.

b)      Deskripsi:

    • Deskripsi digunakan untuk menggambarkan setting, karakter, dan detail lainnya dalam cerita.
    • Gunakan deskripsi yang kaya dan gambaran yang kuat untuk membantu pendengar membayangkan adegan dalam pikiran mereka.
    • Pilih detail-detail yang paling relevan dan menarik, hindari deskripsi yang terlalu panjang yang bisa mengganggu alur cerita.
    • Gunakan bahasa yang indah dan deskriptif untuk menciptakan suasana yang sesuai dengan emosi dan tone cerita.

c)      Narasi:

    • Narasi adalah penyampaian langsung dari narator tentang apa yang terjadi dalam cerita.
    • Gunakan narasi untuk memberikan konteks, menjelaskan plot, dan mengisi kesenjangan dalam cerita.
    • Pertimbangkan gaya narasi yang sesuai dengan tone dan genre cerita, apakah itu narasi pihak ketiga yang objektif atau narasi pihak pertama yang lebih subjektif.
    • Gunakan intonasi suara yang sesuai dan ritme yang tepat untuk menjaga pendengar terlibat dalam cerita.

d)      Penggunaan Teknik Penceritaan:

    • Manfaatkan teknik-teknik penceritaan seperti cliffhangers, foreshadowing, flashbacks, atau plot twists untuk menambahkan elemen kejutan dan ketegangan dalam cerita.
    • Jaga keseimbangan antara pengungkapan informasi yang cukup untuk mempertahankan minat pendengar, namun cukup untuk menjaga misteri dan kejutan.

Dengan mendalami dan menggabungkan teknik-teknik ini dalam penuturan cerita secara lisan, narator dapat menciptakan pengalaman bercerita yang memikat dan memuaskan bagi pendengar mereka.

4.      Penggunaan Emosi dan Intonasi:

Mempelajari bagaimana menggambarkan emosi dan mengatur intonasi suara untuk membangun ketegangan dan memikat perhatian pendengar.

Menggambarkan emosi dengan tepat dan mengatur intonasi suara dengan baik adalah keterampilan kunci dalam bercerita secara lisan untuk membangun ketegangan dan memikat perhatian pendengar. Berikut adalah beberapa tips untuk mempelajari cara melakukannya:

a)      Memahami Emosi:

    • Pertama, pahami karakter emosi yang ingin Anda gambarkan. Apakah itu kegembiraan, ketakutan, kecemasan, atau kebingungan?
    • Kenali ekspresi verbal dan non-verbal dari emosi tersebut. Bagaimana karakter merasakannya, dan bagaimana cara mereka mengekspresikannya?

b)      Gunakan Deskripsi yang Kuat:

    • Gunakan deskripsi yang kaya dan gambaran yang kuat untuk menggambarkan ekspresi emosi, situasi, dan suasana hati.
    • Gunakan metafora, analogi, atau gambaran yang kreatif untuk membantu pendengar merasakan emosi secara lebih intens.

c)      Pengaturan Intonasi Suara:

    • Intonasi suara Anda adalah kuncinya. Gunakan intonasi yang sesuai dengan emosi yang ingin Anda gambarkan.
    • Tingkatkan intonasi suara Anda saat membangun ketegangan atau menggambarkan momen klimaks dalam cerita.
    • Variasikan tempo dan volume suara Anda sesuai dengan perubahan emosi dalam cerita.

d)      Gunakan Paus dan Pernafasan:

    • Gunakan pemberhentian atau pause dengan bijak untuk menekankan momen penting dalam cerita atau untuk memberi kesempatan pada pendengar untuk meresapi emosi yang disampaikan.
    • Jaga pernafasan Anda agar teratur dan mendukung penuturan cerita yang lancar dan mengalir.

e)      Praktek dan Pengamatan:

    • Praktik secara teratur untuk menguasai teknik ini. Bacakan cerita dengan berbagai emosi dan variasi intonasi suara.
    • Amati narator yang ahli dalam menggambarkan emosi dan memanipulasi intonasi suara. Perhatikan cara mereka menggunakan suara mereka untuk membangun ketegangan dan memikat perhatian pendengar.

f)       Menerima Umpan Balik:

    • Minta umpan balik dari pendengar atau rekan Anda setelah menceritakan cerita. Tanyakan apakah mereka merasa terhubung dengan emosi yang Anda gambarkan dan bagaimana mereka menanggapinya.
    • Gunakan umpan balik tersebut untuk terus memperbaiki dan mengasah keterampilan Anda dalam menggambarkan emosi dan mengatur intonasi suara.

Dengan mempelajari dan mempraktikkan cara menggambarkan emosi dengan tepat serta mengatur intonasi suara dengan baik, Anda dapat membangun ketegangan yang kuat dan memikat perhatian pendengar dalam setiap penuturan cerita Anda

 

5.      Mengasah Keterampilan Visualisasi:

Mempraktikkan teknik untuk merangsang imajinasi pendengar dengan detail-detail yang hidup dan deskripsi yang kaya.

Praktikkan teknik berikut untuk merangsang imajinasi pendengar dengan detail-detail yang hidup dan deskripsi yang kaya:

a)      Gunakan Bahasa Deskriptif:

    • Pilih kata-kata yang vivid dan deskriptif untuk menggambarkan setting, karakter, dan adegan dalam cerita Anda.
    • Gunakan deskripsi yang melibatkan panca indera, seperti penglihatan, pendengaran, penciuman, perasaan, dan pengecapan, untuk memberikan pengalaman yang lebih nyata kepada pendengar.

b)      Berikan Detail yang Relevan:

    • Pilih detail yang relevan dengan cerita dan memperkaya pengalaman pendengar. Hindari memberikan terlalu banyak detail yang tidak relevan atau membuat cerita menjadi lambat.

c)      Gunakan Analogi dan Metafora:

    • Gunakan analogi dan metafora untuk menjelaskan konsep abstrak atau situasi yang kompleks dengan cara yang lebih mudah dipahami oleh pendengar.
    • Analogi dan metafora juga dapat membantu menciptakan gambaran yang lebih kuat dan menarik bagi pendengar.

d)      Deskripsikan dengan Berbagai Indra:

    • Gunakan deskripsi yang melibatkan panca indera untuk menciptakan pengalaman sensorik yang lebih mendalam bagi pendengar.
    • Gambarkan warna, tekstur, suara, aroma, dan sensasi fisik lainnya dengan detail yang kaya untuk membawa cerita Anda menjadi lebih hidup.

e)      Pertimbangkan Tempo dan Ritme:

    • Gunakan tempo dan ritme yang bervariasi dalam penuturan cerita Anda. Sesuaikan kecepatan dan intonasi dengan intensitas adegan yang sedang berlangsung.
    • Jeda secara strategis untuk memberikan waktu bagi pendengar untuk meresapi deskripsi yang Anda berikan.

f)       Berkembang dengan Kreatifitas:

    • Berikan sentuhan kreatif pada deskripsi Anda dengan menggambarkan situasi atau objek dari sudut pandang yang unik atau tidak biasa.
    • Jangan takut untuk menggunakan imajinasi Anda untuk menciptakan gambaran yang menarik dan tidak terduga bagi pendengar.

g)      Praktikkan dengan Cerita Pendek:

    • Praktikkan teknik ini dengan menceritakan cerita pendek kepada teman, keluarga, atau rekan kerja. Mintalah umpan balik untuk meningkatkan keterampilan deskripsi Anda.
    • Luangkan waktu untuk merefleksikan bagaimana Anda dapat meningkatkan detail-detail dan deskripsi dalam setiap penuturan cerita Anda.

Dengan konsistensi dalam latihan dan penggunaan teknik-teknik ini, Anda dapat menjadi narator yang mampu merangsang imajinasi pendengar dengan detail-detail yang hidup dan deskripsi yang kaya dalam setiap cerita yang Anda sampaikan.

 

6.      Penyesuaian dengan Audiens:

Mengidentifikasi audiens dan menyesuaikan gaya bercerita, bahasa, dan konten untuk mencapai keterhubungan yang lebih baik dengan pendengar.

Mengidentifikasi audiens dan menyesuaikan gaya bercerita, bahasa, dan konten adalah kunci untuk menciptakan keterhubungan yang lebih baik dengan pendengar. Berikut adalah langkah-langkah yang dapat Anda ambil:

a)      Pahami Audiens Anda:

    • Pelajari siapa target audiens Anda. Apakah mereka anak-anak, remaja, orang dewasa, atau mungkin campuran dari berbagai kelompok usia?
    • Kenali minat, nilai, dan latar belakang budaya dari audiens Anda. Pertimbangkan apakah mereka memiliki pengetahuan khusus tentang topik tertentu atau apakah mereka memiliki kebutuhan khusus yang perlu dipertimbangkan.

b)      Tentukan Tujuan dan Pesan Anda:

    • Jelaskan tujuan cerita Anda. Apakah itu untuk menghibur, mengajar, memotivasi, atau menginspirasi?
    • Identifikasi pesan utama yang ingin Anda sampaikan kepada audiens Anda. Pastikan pesan Anda relevan dan bermakna bagi mereka.

c)      Pilih Gaya dan Bahasa yang Sesuai:

    • Sesuaikan gaya bercerita Anda dengan kepribadian dan minat audiens Anda. Misalnya, jika Anda menceritakan kepada anak-anak, Anda mungkin ingin menggunakan gaya yang lebih ceria dan bahasa yang sederhana.
    • Gunakan bahasa yang akrab dan mudah dipahami oleh audiens Anda. Hindari penggunaan jargon atau kosakata yang terlalu teknis jika tidak sesuai dengan pemahaman mereka.

d)      Adaptasi Konten:

    • Sesuaikan konten cerita Anda dengan minat dan kebutuhan audiens Anda. Pilih tema, karakter, dan plot yang relevan dan menarik bagi mereka.
    • Buatlah cerita yang mencerminkan pengalaman atau situasi yang mungkin dikenali oleh audiens Anda untuk membangun keterhubungan yang lebih baik.

e)      Gunakan Interaksi dan Partisipasi:

    • Berinteraksi dengan audiens Anda selama penuturan cerita. Ajukan pertanyaan, undang tanggapan, atau ajak mereka berpartisipasi dalam cerita.
    • Gunakan dialog atau interaksi langsung untuk membangun keterlibatan dan memperkuat keterhubungan antara Anda dan audiens.

f)       Menerima Umpan Balik:

    • Dengarkan umpan balik dari audiens Anda setelah selesai menceritakan cerita. Tanyakan apakah mereka menikmati cerita Anda, apa yang mereka sukai atau tidak sukai, dan apa yang dapat Anda tingkatkan di masa mendatang.
    • Gunakan umpan balik ini untuk terus memperbaiki gaya bercerita, bahasa, dan konten Anda agar lebih sesuai dengan kebutuhan dan preferensi audiens Anda.

Dengan memperhatikan audiens Anda dan menyesuaikan pendekatan Anda sesuai dengan kebutuhan mereka, Anda dapat mencapai keterhubungan yang lebih baik dan membuat pengalaman bercerita menjadi lebih bermakna bagi mereka.

 

7.      Konteks Budaya dan Sosial:

Memahami bagaimana latar belakang budaya, nilai, dan norma sosial dapat memengaruhi cara kita bercerita dan bagaimana kita memilih materi cerita.

Memahami bagaimana latar belakang budaya, nilai, dan norma sosial dapat memengaruhi cara kita bercerita dan memilih materi cerita merupakan langkah penting dalam menjadi narator yang sensitif dan terhubung dengan audiens. Berikut adalah beberapa hal yang perlu dipertimbangkan:

a)      Pengaruh Budaya:

    • Budaya memberikan landasan bagi cara kita memahami dunia dan memandang kehidupan. Budaya kita memengaruhi preferensi, persepsi, dan cara kita berkomunikasi.
    • Pertimbangkan bagaimana nilai-nilai, tradisi, dan norma budaya tertentu mempengaruhi perspektif audiens Anda terhadap cerita. Misalnya, cerita-cerita yang menyoroti nilai-nilai tradisional atau cerita-cerita yang merayakan perayaan budaya tertentu dapat lebih resonan bagi audiens yang memiliki latar belakang budaya tersebut.

b)      Refleksi Nilai dan Keyakinan:

    • Nilai dan keyakinan yang ditanamkan dalam budaya tertentu dapat mempengaruhi preferensi cerita dan tema yang disukai oleh audiens. Misalnya, audiens dengan nilai-nilai religius tertentu mungkin lebih tertarik pada cerita-cerita yang mencerminkan nilai-nilai moral atau spiritual.

c)      Norma-norma Sosial:

    • Norma-norma sosial memainkan peran penting dalam menentukan apa yang dianggap pantas atau tidak pantas dalam sebuah cerita. Pertimbangkan norma-norma sosial yang berlaku dalam komunitas atau budaya audiens Anda ketika memilih materi cerita dan menyampaikannya.

d)      Sensitivitas terhadap Kebutuhan Audiens:

    • Pertimbangkan kebutuhan, sensitivitas, dan preferensi audiens Anda terkait dengan materi cerita yang Anda pilih. Hindari cerita-cerita yang dapat menyinggung atau melukai perasaan audiens Anda, terutama terkait dengan isu-isu yang sensitif seperti agama, ras, gender, atau orientasi seksual.

e)      Keterbukaan dan Inklusi:

    • Pertimbangkan untuk memilih materi cerita yang mewakili berbagai latar belakang budaya, pengalaman, dan perspektif. Ini dapat membantu menciptakan pengalaman yang inklusif dan mendorong keterbukaan terhadap keberagaman.

f)       Penghargaan terhadap Warisan Budaya:

    • Pertimbangkan untuk memilih cerita-cerita yang menghormati dan merayakan warisan budaya audiens Anda. Cerita-cerita yang menggambarkan tradisi, cerita rakyat, atau sejarah budaya dapat membantu memperkuat rasa identitas dan kebanggaan budaya.

Dengan memahami pengaruh latar belakang budaya, nilai, dan norma sosial terhadap audiens Anda, Anda dapat menjadi narator yang lebih sensitif, terhubung, dan memilih materi cerita yang tepat untuk menciptakan pengalaman bercerita yang bermakna dan mendalam bagi mereka.

 

8.      Keaslian dan Kejujuran:

Membahas pentingnya keaslian dalam bercerita serta bagaimana mempertahankan integritas naratif dengan tetap jujur dan autentik.

Keaslian dalam bercerita adalah kunci untuk membangun koneksi yang kuat dengan pendengar dan membuat cerita menjadi lebih berarti dan mempengaruhi. Berikut adalah beberapa poin yang menjelaskan pentingnya keaslian dalam bercerita dan cara mempertahankan integritas naratif dengan tetap jujur dan autentik:

a)      Membangun Keterpercayaan: Keaslian menciptakan keterpercayaan antara narator dan pendengar. Ketika narator mengungkapkan dirinya dengan cara yang jujur dan autentik, pendengar merasa lebih terhubung dan lebih mungkin untuk memercayai cerita yang disampaikan.

b)      Menginspirasi dan Membuat Pengaruh: Cerita-cerita yang autentik dan jujur memiliki kekuatan untuk menginspirasi dan membuat pengaruh yang mendalam pada pendengar. Ketika narator berbagi pengalaman hidup mereka secara terbuka, pendengar dapat merasakan emosi yang lebih kuat dan meresapi pelajaran atau pesan yang disampaikan.

c)      Menciptakan Keterhubungan Emosional: Keaslian membantu menciptakan keterhubungan emosional antara narator dan pendengar. Ketika narator menunjukkan kerentanan dan kejujuran dalam bercerita, pendengar cenderung merasa lebih dekat dan lebih terhubung dengan mereka.

d)      Menjaga Integritas Naratif: Untuk mempertahankan integritas naratif, penting untuk tetap jujur dan setia pada fakta dan esensi cerita. Hindari mengubah atau mengubah cerita untuk mendukung narasi tertentu yang tidak sesuai dengan pengalaman sebenarnya.

e)      Hindari Pembesar-besar Cerita: Saat bercerita, hindari kecenderungan untuk membumbui cerita dengan elemen dramatis atau fiksi yang berlebihan. Ini dapat mengurangi keaslian dan memengaruhi integritas naratif.

f)       Berbagi Pengalaman yang Dapat Dikaitkan: Pilih pengalaman atau cerita yang memiliki relevansi dan dapat dikaitkan dengan audiens Anda. Ini membantu mempertahankan keaslian dan memastikan bahwa cerita memiliki dampak yang lebih besar pada pendengar.

g)      Menerima Keterbatasan dan Kelemahan: Jadilah terbuka tentang keterbatasan dan kelemahan Anda saat bercerita. Ini menunjukkan kejujuran dan kerendahan hati, yang dapat meningkatkan kepercayaan dan keterhubungan dengan pendengar.

h)      Bersikap Terbuka terhadap Umpan Balik: Terima umpan balik dari pendengar Anda dengan terbuka dan berusaha untuk belajar dan berkembang dari pengalaman tersebut. Ini membantu memperbaiki keaslian dan integritas naratif Anda seiring waktu.

Dengan memahami pentingnya keaslian dalam bercerita dan upaya untuk mempertahankan integritas naratif dengan tetap jujur dan autentik, Anda dapat menciptakan pengalaman bercerita yang lebih bermakna dan memuaskan bagi pendengar Anda.

 

9.      Kesimpulan yang Memuaskan:

Mengevaluasi teknik untuk menutup cerita secara memuaskan, baik dengan memberikan pelajaran, meninggalkan kesan mendalam, atau menciptakan kejutan.

Menutup cerita secara memuaskan merupakan langkah penting dalam bercerita karena dapat meningkatkan dampak keseluruhan cerita dan meninggalkan kesan yang kuat pada pendengar. Berikut adalah beberapa teknik untuk menutup cerita secara memuaskan:

a)      Memberikan Pelajaran atau Pembelajaran:

    • Menyampaikan pesan atau pembelajaran yang dapat ditarik dari cerita adalah cara yang kuat untuk menutup cerita dengan memuaskan.
    • Pilih pelajaran yang relevan dengan tema cerita dan dapat bermanfaat bagi pendengar.
    • Gunakan narasi atau dialog terakhir untuk secara eksplisit menyampaikan pesan atau pembelajaran tersebut.

b)      Meninggalkan Kesimpulan yang Memuaskan:

    • Meninggalkan kesimpulan yang memuaskan adalah cara lain untuk menutup cerita dengan baik.
    • Pastikan semua benang cerita diikat dengan baik dan pertanyaan yang terbuka dijawab.
    • Gunakan narasi atau dialog terakhir untuk merangkum bagaimana cerita berakhir dan memberikan rasa penyelesaian kepada pendengar.

c)      Menciptakan Kesimpulan yang Emosional:

    • Menciptakan kesimpulan yang emosional dapat meninggalkan kesan mendalam pada pendengar.
    • Gunakan deskripsi yang kaya dan intonasi suara yang tepat untuk memperkuat emosi yang ingin Anda sampaikan.
    • Jangan ragu untuk memanfaatkan momen emosional terakhir dari cerita untuk membuat pendengar merasa terhubung secara lebih dalam.

d)      Mengungkapkan Kejutan atau Twist:

    • Menciptakan kejutan atau twist pada akhir cerita adalah cara yang efektif untuk meninggalkan kesan yang kuat pada pendengar.
    • Pastikan kejutan tersebut relevan dengan alur cerita dan tidak terasa terlalu dipaksakan.
    • Gunakan keterampilan penulisan yang kuat untuk mengarahkan pendengar ke arah yang tidak terduga namun memuaskan.

e)      Memberikan Ruang untuk Refleksi:

    • Menutup cerita dengan memberikan ruang bagi pendengar untuk merenungkan cerita adalah teknik yang bermanfaat.
    • Gunakan narasi atau dialog terakhir untuk menyiratkan bahwa cerita tidak berakhir di sana dan bahwa ada ruang untuk pertumbuhan, pemikiran, atau refleksi lebih lanjut.

Penting untuk memilih teknik penutupan cerita yang sesuai dengan tema dan tone cerita Anda serta membuat kesan yang diinginkan pada pendengar. Dengan menguasai teknik-teknik ini, Anda dapat menutup cerita dengan memuaskan dan meninggalkan kesan yang kuat pada pendengar Anda.

 

10. Praktek dan Umpan Balik:

Mendorong latihan reguler dalam bercerita dan menyambut umpan balik untuk terus meningkatkan kemampuan bercerita.

Latihan reguler dalam bercerita adalah kunci untuk meningkatkan kemampuan bercerita seseorang. Berikut adalah beberapa alasan mengapa latihan reguler dan penerimaan umpan balik penting dalam pengembangan keterampilan bercerita:

a)      Memperbaiki Keterampilan Teknis:

    • Latihan reguler memungkinkan seseorang untuk memperbaiki keterampilan teknis seperti pengaturan intonasi suara, penggunaan dialog yang efektif, dan pengembangan karakter.
    • Dengan praktek yang konsisten, seseorang dapat mengasah keterampilan mereka dalam membangun alur cerita yang kohesif dan menarik.

b)      Meningkatkan Kepercayaan Diri:

    • Latihan yang teratur membantu meningkatkan kepercayaan diri seseorang dalam bercerita. Semakin sering mereka berlatih, semakin nyaman mereka dengan kemampuan mereka dan semakin percaya diri mereka dalam menyampaikan cerita.

c)      Mengembangkan Kemampuan Beradaptasi:

    • Melalui latihan yang teratur, seseorang dapat mengembangkan kemampuan untuk beradaptasi dengan berbagai jenis cerita, gaya bercerita, dan audiens yang berbeda.
    • Ini membantu mereka menjadi narator yang lebih serbaguna dan mampu berinteraksi dengan berbagai macam situasi bercerita.

d)      Menerima Umpan Balik untuk Pertumbuhan:

    • Menerima umpan balik secara teratur adalah kunci untuk terus meningkatkan kemampuan bercerita.
    • Umpan balik dari rekan sesama narator atau pendengar dapat memberikan wawasan berharga tentang area yang perlu diperbaiki dan memberikan dorongan motivasi untuk terus berkembang.

e)      Meningkatkan Koneksi dengan Pendengar:

    • Melalui latihan yang berulang, seseorang dapat mempelajari cara menghubungkan lebih baik dengan pendengar mereka.
    • Mereka dapat mengamati reaksi pendengar dan belajar bagaimana menyesuaikan gaya bercerita mereka untuk memenuhi kebutuhan dan preferensi audiens.

f)       Kontinuitas Pembelajaran:

    • Latihan reguler memastikan bahwa seseorang terus belajar dan berkembang sebagai narator. Ini merupakan proses yang berkelanjutan dan membutuhkan komitmen untuk terus meningkatkan keterampilan bercerita.

Dengan mendorong latihan reguler dalam bercerita dan menyambut umpan balik untuk terus meningkatkan kemampuan, seseorang dapat menjadi narator yang lebih mahir dan memikat, serta memberikan pengalaman bercerita yang lebih memuaskan bagi pendengar mereka.

Referensi

SEPTURI, S. (2016). KONSEP MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM: Sebuah Analisis Aspek Ontologi. Epistemologi, dan Aksiologi Konsep Manajemen Pendidikan Islam. Al-Idarah: Jurnal Kependidikan Islam6(1).

Nasir, A. (2018). Improving Speaking Skill Through Grammar Translation Method at SMAN 3 Pare Pare. Journal of Advanced English Studies1(1), 44-50.

Nasir, A. (2018). Implementing SBI (Strategies-Based Instruction) in Teaching Speaking Skills. Senior Editor: Paul Robertson39.

Nasir, A. (2022). Mengenal Keterampilan Berbicara Dasar. PENERBIT KBM INDONESIA.

Tanjung, F. Z., Kusmaryani, W., Eppendi, J., Vega, N. D., Setyawan, F. H., Wahyuningsih, S., ... & Rosmayanti, V. (2022). PEDAGOGICAL JOURNEYS AND OPPORTUNITIES IN ENGLISH LANGUAGE TEACHING. PENERBIT DEEPUBLISH (Grup Penerbitan CV BUDI UTAMA).

Susanti, E. (2020). Keterampilan Berbicara.

Ilham, M., & Wijiati, I. A. (2020). Keterampilan berbicara: Pengantar keterampilan berbahasa. Lembaga Academic & Research Institute.

Mai Yuliastri Simarmata, Q. (2017). Keterampilan berbicara menjadi sebuah profesi. Jurnal Pendidikan Bahasa6(1), 1-9.



  1. KETERAMPILAN BERBICARA
  2. MEMAHAMI KONSEP BERBICARA
  3. MEMAHAMI HAKIKAT BERBICARA
  4. PRINSIP BERBICARA DALAM BERCERITA


Komentar

Postingan Populer